Jakarta -
Lifter Indonesia Eko Yuli Irawan sudah menyelesaikan tugas berjuang di Olimpiade 2024. Meski tanpa medali, dia tetap layak dapat predikat legenda angkat besi Tanah Air.
Di Paris, Eko gagal menyelesaikan catatan angkatan. Setelah mampu mengangkat beban 135 kilogram di angkatan snatch, dia gagal saat tiga kesempatan clean & jerk dengan beban 162 kligram (2 kali) dan 165 kilogram (1 kali). Kebiasaan Eko meraih medali di Olimpiade sejak 2008 pun terhenti, cedera paha menjadi hambatan utamanya.
Saat Olimpiade 2008 dan Olimpiade 2012, Eko meraih perunggu. Sementara di Olimpiade 2016 dan Olimpiade 2020, lifter 35 tahun itu menyabet perak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini Eko sudah kembali dari Olimpiade kelimanya di Paris. Ia tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Sabtu (10/8/2024), bersama pelatih angkat besi, Erwin Abdullah. Kehadirannya disambut Sekretaris Jenderal PB PABSI Djoko Pramono serta jajaran pengurus, perwakilan Komite Olimpiade Indonesia (KOI), dan Kemenpora, serta istri Eko, Masitoh.
Saat penyambutan, Djoko Pramono mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Eko Yuli. Meskipun Eko tak berhasil merebut medali untuk kali pertama di Olimpiade, tapi ia menilai atlet berusia 35 tahun itu tetap pahlawan bangsa.
"Saya berbahagia dia bisa kembali dan Eko kebetulan tidak berhasil kemarin angkat. Saya bilang tak perlu malu karena di Indonesia tak ada atlet atau melebihi Eko yang selalu memberikan medali Olimpiade," kata Djoko dalam sambutannya.
"Saya tak malu, jadi selamat datang Eko. Di sebelahnya ada Pak Erwin, pelatihnya Eko. Kebetulan di Pelatnas ada enam pelatih. Masing-masing punya dua atlet dipegang tapi buat program kami rembuk semua," ujarnya.
Transformasi sang Legenda
Sudah menjadi lifter legenda Indonesia, Eko Yuli berkenalan dengan angkat besi pada usia 12 tahun. Saat menggembala kambing di kampung halamannya, Metro, Lampung, dia melihat ada yang berlatih angkat besi di sebuah gym lokal. Eko awalnya hanya iseng menonton orang-orang berlatih angkat besi. Tapi dia akhirnya diajak untuk bergabung.
Dari sinilah jalannya mulai terlihat.Tapi jalan itu pun pada awalnya tidak Eko lalui dengan mulus. Sempat ada penolakan dari orang tua. Tapi Eko tetap kukuh untuk berlatih Angkat Besi hingga menekuninya secara serius.
Bakat Eko sebagai lifter sendiri tercium oleh Yon Haryono, bekas lifter nasional didikan Padepokan Angkat Besi Gajah Lampung, alumni SMP dan SMA Ragunan, dan kemudian mendirikan sasana di Desa Teja Agung, Metro, Lampung. Dalam prosesnya Eko ditangani Lukman, pelatih dari Kalimantan Selatan. Bersama beberapa lifter muda dari Lampung mereka diasah di Bogor.
Kini, Eko sudah tercatat sebagai atlet angkat besi yang bertanding di lima Olimpiade, mengharumkan nama Indonesia. Status legenda amat pantas disandang sosoknya.
Untuk itu Djoko Pramono, yang juga purnawirawan perwira tinggi Korps Marinir TNI Angkatan Laut, menegaskan bahwa status legenda sangatlah pantas melekat pada sosok Eko. Fakta bahwa kini ia pulang tanpa medali tidak mengubah kenyataan bahwa konsistensinya meraih medali di empat Olimpiade sebelum ini pun sama sekali bukan pekerjaan mudah.
"Jadi tak ada (istilah) ini punya saya dan semua on the track sampai saat ini. Kalau boleh saya katakan ini adalah Pelatnas yang hampir sempurna. Angkat besi sudah ikut tujuh olimpiade, enam olimpiade kita ikut terus dan selalu beri medali untuk Merah Putih."
"Eko sudah ikut kelima dan empat olimpiade di antaranya terus menerus memberi medali kepada bangsa kita. Kalau saya katakan, jika ditandakan dengan bintang emas masih kurang. Saya hanya katakan mari bangsa Indonesia hormati," ujarnya.
"Saya saja di PABSI mencari kader-kader seperti Eko belum tentu satu dekade lahir Eko. Jadi memang itu lah bukan hanya di Indonesia, negara lain juga begitu kadang-kadang stuck. Jadi Eko selamat datang. Semua orang bangga, semua orang harus tahu Eko is still the best. Saya kira demikian mari teruskan perjuangan, perjuangan olahraga tak ada akhirnya," kata Djoko.
Apresiasi juga diutarakan Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) II Komite Olimpiade Indonesia (KOI) Desra Firza Ghazfan kepada Eko Yuli. Ia tidak segan menyebut Eko sebagai legenda Olimpiade satu-satunya di Indonesia.
"Ikut olimpiade itu susah. Sebutan untuk ikut Olimpiade itu ada olimpian, dan medalist, di atas itu legenda. Nah, Eko adalah olympic legend dan satu-satunya di Indonesia.
"Sekali saja susah dapat medali susah berkali-kali itu mungkin hampir tak mungkin. Tapi ini Eko dengan kesederhanaan beliau dan dedikasinya. Ini adalah manusia ajaib," kata Desra.
"Terima kasih kepada Eko sudah terus menerus membawa nama bangsa Indonesia di olimpiade. Terima kasih angkat besi sudah membuat kita merinding, menangis, terima kasih Eko," ucap Desra.
(mcy/cas)