Investasi global dalam mengembangkan energi listrik terbarukan terus meningkat. Walau begitu, perkembangan ini tidak merata secara regional.
Menteri Investasi Rosan Roeslani menyebut kemajuan teknologi dan investasi ini terjadi signifikan di China, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
"Investasi global dalam pembangkit listrik terbarukan dan bahan bakar mencapai rekor tertinggi baru sebesar USD 623 miliar, meningkat 8,1 persen dari tahun ke tahun," jelas Rosan, dalam Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta pada Kamis (5/9).
Rosan menyebut arus investasi energi terbarukan masih didominasi oleh China. Di sisi lain, beberapa regional seperti Amerika Latin, Afrika, dan Asia di luar China hanya menyumbang 18 persen.
“China terus memimpin arus masuk investasi energi terbarukan, menyumbang 44 persen dari total, diikuti oleh Eropa 21 persen dan Amerika Serikat 15 persen. Sementara itu, Amerika Latin, Afrika, dan Asia, di luar China, hanya menyumbang 18 persen dari total penambahan kapasitas meskipun mewakili lebih dari dua pertiga populasi dunia,” lanjutnya.
Ia menyebut Indonesia masih mengalami tantangan dalam segi infrastruktur, kebutuhan investasi awal sampai pembiayaan.
“Negara-negara berkembang seperti Indonesia sering menghadapi tantangan unik dalam beralih ke energi terbarukan. Hambatan umum termasuk infrastruktur yang kurang memadai, kebutuhan investasi awal yang besar, serta kendala dalam memperoleh pembiayaan,” kata Rosan.
Walau begitu, Rosan menyebut peluang energi terbarukan di negara-negara berkembang masih terbuka luas. Hal ini karena pemanfaatan atas energi terbarukan masih sangat minim.
Untuk Indonesia, dari potensi produksi energi sebesar 3.700 GW, saat ini hanya sekitar 1 persen yang baru dimanfaatkan.
“Meskipun terdapat tantangan, energi terbarukan menawarkan peluang yang jauh lebih besar. Negara-negara berkembang memiliki sumber daya terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Sebagai contoh, Indonesia memiliki beragam sumber daya terbarukan dengan potensi kapasitas 3.700 gigawatt, namun hingga saat ini kurang dari 1 persen yang telah dimanfaatkan,” jelas Rosan lebih lanjut.