Jakarta -
Anggota Komisi IX DPR RI Kris Dayanti menyoroti angka kematian bayi di Indonesia yang masih tinggi. Ia mengatakan pengoptimalan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) dapat menekan tingginya angka kematian bayi itu.
"UU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang telah disahkan DPR sebenarnya sudah menyediakan berbagai instrumen yang, jika dioptimalkan, dapat secara signifikan mengurangi angka kematian ibu dan bayi di Indonesia," kata Kris Dayanti (KD) dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (7/9/2024).
KD menilai salah satu langkah kunci yang dapat mengurangi angka kematian bayi adalah dengan memberikan dukungan secara menyeluruh bagi kesejahteraan ibu dan anak. Terutama pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) yaitu fase yang dimulai sejak masa kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia 2 tahun (730 hari).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan hal tersebut diatur dalam UU KIA yang mengatur tumbuh kembang anak adalah tanggung jawab kolektif, termasuk kewajiban-kewajiban Pemerintah. Maka UU KIA dan aturan turunannya harus betul-betul diimplementasikan dengan baik," jelasnya.
KD juga mengatakan Pemerintah perlu memasifkan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya mempersiapkan kehamilan melalui tiga fase. KD mendorong langkah konkret dan kebijakan pemerintah terkait pengoptimalan UU tersebut.
"Baik itu fase sebelum hamil, saat hamil dan setelah melahirkan agar ibu dan anak mengkonsumsi makanan yang bergizi. Harus ada langkah konkret dan terobosan kebijakan dari Pemerintah. Tidak sekadar hanya bersifat koordinatif seperti sekarang saja, tapi dapat dioptimalkan dengan anggaran agar lebih efektif dan agresif dalam menuntaskan permasalahan yang dihadapi ibu dan anak," ungkap KD.
Lebih lanjut, Politisi DPR ini menyebut dukungan dari Pemerintah juga harus dilaksanakan secara merata hingga ke daerah terpencil. Dengan begitu, kata KD, semua ibu di Indonesia bisa mendapatkan edukasi dan pemahaman yang baik tentang gizi seimbang saat hamil hingga anak lahir.
"Termasuk dengan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perawatan prenatal dan postnatal. Kampanye edukasi tentang gizi ibu hamil, bahaya pernikahan dini, dan pentingnya imunisasi bisa tentu akan sangat membantu mengurangi angka kematian bayi di Indonesia," paparnya.
Selain itu, KD menekankan pentingnya implementasi kebijakan yang mendukung kesehatan ibu dan anak. Seperti cuti melahirkan yang lebih panjang bagi ibu bekerja, dan perlindungan terhadap pernikahan usia dini.
"Program gizi yang fokus pada ibu hamil dan bayi untuk memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup harus diperlebar. Ini bisa mengurangi risiko kelahiran prematur dan komplikasi lainnya," terang KD.
KD menambahkan peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan Tanah Air sangat diperlukan demi menunjang proses kelahiran anak agar lebih baik. Terutama dalam hal pelatihan untuk tenaga medis supaya bisa menangani komplikasi kehamilan dan kelahiran prematur.
"Dukungan bagi fasilitas kesehatan juga sangat dibutuhkan di berbagai daerah, jadi jangan sampai ada kebutuhan medis dan sarana prasarana yang kurang. Karena kita tahu masalah infrastruktur juga kerap kali menjadi kendala kesehatan di daerah-daerah," katanya.
KD menyatakan, permasalahan fasilitas kesehatan harus menjadi salah satu yang diprioritaskan. Ia pun menyoroti kabar seorang pasien di RSUD Dr Pirngadi, Medan, Sumatera Utara, yang meninggal dunia akibat rumah sakit kehabisan stok obat.
"Kasus ini harus menjadi alarm penting untuk Pemerintah karena sungguh memprihatinkan. Kejadian tersebut menunjukkan adanya kekurangan dalam sistem pelayanan di rumah sakit, khususnya terkait ketersediaan obat-obatan yang sangat dibutuhkan pasien," urai KD.
"Kualitas pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi prioritas utama untuk masyarakat, ternyata masih jauh dari harapan," imbuhnya.
Menurutnya, penting bagi pihak rumah sakit, pemerintah daerah dan stakeholder lainnya untuk memberikan penjelasan yang transparan kepada publik mengenai penyebab kejadian ini. KD menyebut, masalah kehabisan stok obat itu harus ditelusuri.
"Pemerintah dan pihak rumah sakit perlu mengambil tindakan nyata untuk mengatasi masalah kesehatan yang merugikan rakyat. Ingat, adalah hak rakyat memperoleh jaminan dan layanan kesehatan yang memadai dari negara sesuai amanat konstitusi," tutur KD.
Berdasarkan informasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kematian bayi paling tinggi diakibatkan karena mengalami kelahiran secara prematur sebelum minggu ke-37 kehamilan. Hal tersebut sering kali disebabkan oleh pernikahan usia dini dan masalah selama kehamilan.
Angka kematian bayi di Indonesia sendiri berada di atas 15 (kematian) per 1.000 (kelahiran bayi). Kelahiran Angka kematian bayi di Indonesia diketahui mencapai 78 ribu per tahun.
(eva/ygs)