Di tengah-tengah penerimaan pajak yang demikian jumbo dari industri sawit, masih ada saja pihak-pihak yang tega membuat black campaign terhadap produk hilir tumbuhan asal Afrika ini. Mungkin masih ada yang belum tahu bahwa kisaran 18 juta saudara mereka bergantung pada industri sawit.
Dalam harian Bisnis Indonesia tanggal 29 Agustus 2024, salah satu beritanya yang menarik bertajuk “Pajak Jumbo dari CPO”. Dalam pemberitaan itu dijelaskan, penerimaan negara dari industri sawit tahun 2023 sebanyak 88,7 triliun.
Kementerian Keuangan merinci jumlah tersebut ke dalam beberapa kategori, yakni Rp 50,2 triliun dari pajak, Rp 32,4 triliun dari pungutan ekspor CPO yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan Rp 6,1 triliun dari bea keluar. Kalau dihitung-hitung, jumlah tersebut memang jumbo. Sebab, nilai tersebut hanya kalah dari ekspor salah satu produk andalan kita, yakni batu bara.
Uniknya, pada hari yang sama, sebuah media online nasional memberitakan hal yang cukup negatif tentang sawit, dengan mengambil judul “Sering Dipakai Masak, 5 Jenis Minyak ini Ternyata Tak Bagus Buat Tubuh”. Minyak yang dimaksud adalah minyak sawit, minyak jagung, minyak kelapa, minyak canola, dan minyak bunga matahari. Setiap item minyak cukup dibahas hanya dalam dua-tiga alinea yang super pendek.
Khusus tentang minyak sawit disebut dalam urutan pertama. Dikatakan bahwa minyak ini dipakai hampir semua orang karena harganya yang relatif murah. Yang bisa menjadi diskusi panjang adalah kalimat lanjutan dalam berita tersebut yang mengatakan, minyak dari sawit ini tergolong pada urutan pertama yang tidak baik untuk kesehatan. Apa alasannya? Hanya dikatakan: kandungan minyak jenuh dalam minyak sawit cukup tinggi.
Jujur saya cukup terganggu dengan pernyataan pendek tanpa alasan-alasan ilmiah yang mendukungnya. Berita itu karenanya bisa saja digolongkan sebagai pernyataan pihak awam dimana penulisnya enggan melakukan riset walaupun hanya sedikit. Akibatnya, terjadi semacam penghakiman di depan publik tanpa data apapun. Sesuatu yang kurang layak untuk ditampilkan. Berbahaya!
Saya sendiri memang bukan ahli sawit, namun suka membaca hal-hal yang terkait dengan tumbuhan ini, apalagi konon hilirisasi produknya sudah mencapai 179 jenis yang dipakai dalam kehidupan keseharian manusia, mulai bangun tidur hingga akan tidur. Tentu bukan hanya minyak goreng, tapi juga sabun, lipstick, krim malam, krimer campuran kopi, dan lain sebagainya. Karenanya saya setuju kalau sawit ini dibilang miracle crop alias tanaman ajaib.
Menanggapi tentang lemak jenuh yang menyebabkan minyak sawit dituduh sebagai minyak paling tidak sehat, saya mendapatkan fakta, berdasarkan riset ilmiah mengungkapkan, kadar lemak jenuh dan tak jenuh yang terkandung dalam minyak sawit dinilai relatif paling seimbang dibandingkan minyak nabati lainnya.
Mengutip Dr. Puspo Edi Giriwono, Kepala Seafast Centre IPB, kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh pada minyak sawit hampir seimbang, yakni kisaran 50:50. Hal ini membuat minyak sawit menjadi paling ideal untuk menggoreng. Dengan stabilitasnya yang tinggi, minyak sawit mampu menghasilkan produk goreng yang lebih awet dan tidak mengandung radikal bebas tinggi.
Uniknya, tidak sedikit masyarakat umum yang meyakini minyak kelapa dan mentega merupakan pengganti minyak sawit yang lebih sehat untuk keperluan menggoreng. Padahal, keduanya justru memiliki kandungan asam lemak jenuh yang jauh lebih tinggi. Lihat prosentasenya antara minyak sawit, minyak kelapa dan mentega: 51% : 91% : 68%.