Cindy tak menyangka dirinya punya endometriosis dan membuatnya harus berjuang lebih untuk program hamil dan punya anak. Sebab sejak pertama kali haid hingg sebelum menikah, ia hampir tak pernah merasakan keluhan haid atau menstruasi.
Perempuan yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, ini baru tahu memiliki endometriosis setelah 1 tahun pernikahan, saat ia dan suami memutuskan untuk program hamil. Tapi kala itu tak ada gejala apa pun yang dia rasakan sehingga dokter tak menyarankan apa-apa. Ia pun sempat hamil namun berujung keguguran.
“Setelah keguguran, kalau menstruasi sakit, rasanya 3-4 kali lipat lebih nyeri dari biasanya, sampai cuma tiduran aja di kasur,” kata Cindy dalam program Cerita Ibu kumparanMOM.
Awalnya, ia mengira nyeri tersebut merupakan efek setelah keguguran. Namun karena nyeri hebat itu terus berulang hingga 4-5 kali siklus haid, ia akhirnya kontrol ke dokter kandungannya. Dokter menyarankan agar ia kontrol ke salah satu ahli endometriosis di Jakarta, dr Luky Satria, Sp.OG. K-FER, yang praktik di Brawijaya Endometriosis Center Antasari.
Ternyata benar, pemicu nyeri tersebut adalah endometriosis yang kondisinya sudah membesar dan ada di sebelah kanan serta kiri. Dengan kondisi itu, ia disarankan untuk menjalani operasi laparoskopi untuk penanganan endometriosis, agar program hamilnya berjalan lancar. Tanpa operasi tersebut, program hamilnya sulit berhasil.
Lebih rumitnya lagi, salah satu endometriosis tersebut menempel dengan area yang memproduksi sel telur yang membuatnya tak mungkin diangkat. Sebab pengangkatannya justru berisiko mengganggu produksi sel telur, yang membuatnya justru tak bisa hamil.
“Jadinya endometriosisnya diablasi atau ditekan pertumbuhannya. Makanya, si endometriosis ini sewaktu-waktu bisa ada lagi, gitu. Jadi (jika memang memutuskan operasi), harus segera dilanjutkan program hamilnya,” tuturnya.
Ragu untuk Operasi Endometriosis hingga Cari Second Opinion ke Malaysia
Berdamai setelah keguguran bukanlah hal yang mudah bagi seorang ibu. Apalagi ia harus mengalami nyeri hebat setiap haid selama beberapa bulan. Maka tak heran jika Cindy ragu dan bingung ketika disarankan untuk operasi laparoskopi, terlebih dengan salah satu posisi endometriosis yang tak biasa itu. Cindy juga tak ada pengalaman operasi seumur hidupnya, sehingga membuatnya jadi sangat khawatir.
“Pas dokter bilang harus operasi, mikir juga sih, sampai setahun. Cari second opinion juga, aku dan suami sempat ke Penang (Malaysia),” kata perempuan bernama lengkap Cindy Angle Purba ini.
Ternyata dokter di Malaysia juga menyarankan hal yang sama. Akhirnya, Cindy memantapkan diri menjalani operasi laparoskopi di Endometriosis Center Brawijaya Antasari, ditemani sang suami.
Puas dengan Endometriosis Center Brawijaya Antasari
Cindy mengaku, sejak disarankan berobat ke dr Luky oleh dokter kandungan sebelumnya, ia riset terlebih dahulu. Dia juga mencari tahu tentang Endometriosis Center Brawijaya Antasari.
“Aku cari referensi dari google dan lain-lain. Review-nya bagus, alatnya lengkap dan canggih. Dan udah cocok juga sama dr Luky-nya sih, dia benar-benar very well information banget,” kata perempuan yang juga mantan pramugari ini.