Jakarta -
Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez mengapresiasi joint operation yang dilakukan Polri dalam mengungkap dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil peredaran gelap narkoba senilai Rp 2,1 triliun yang dikendalikan oleh narapidana dari balik jeruji penjara. Langkah tersebut dinilainya efektif mengatasi kejahatan terorganisir.
"Join operasi yang dilakukan Polri merupakan langkah tepat dalam pengungkapan kasus TPPU narkoba dengan barang bukti besar. Joint operation ini sangat efektif untuk mengatasi kejahatan terorganisir seperti peredaran narkoba jaringan internasional," ujar Gilang dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/9/2024).
Gilang menyebut, terbongkarnya kasus TPPU itu menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Indonesia masih sangat mengkhawatirkan. Ia mendorong kasus narkoba diusut hingga tuntas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kasus ini kembali membuka mata kita bahwa peredaran narkoba masih bisa dikendalikan dari dalam lembaga pemasyarakatan. Ini adalah masalah serius yang memang harus diatasi oleh penegak hukum," ungkapnya.
Gilang pun memuji kerja sama lintas sektor sehingga berhasil mengungkap kasus besar seperti peredaran narkoba dan TPPU yang dikendalikan dari balik jeruji penjara tersebut. Menurutnya, kolaborasi dan sinergitas antar instansi yang baik adalah kunci dalam memberantas kejahatan terorganisir.
"Ditambah lagi dalam kasus ini tidak hanya melibatkan pengedar di lapangan tetapi juga bandar yang ada di dalam penjara hingga jaringan keuangan yang rumit. Kita harus memastikan bahwa upaya sinergitas tidak berhenti di sini, tetapi terus diperkuat di masa depan," imbuhnya.
Gilang meyakini kasus pengendalian narkoba dari dalam lapas bukan hanya ini saja. Ia mendukung kepolisian untuk menggali informasi lebih banyak dari para tersangka agar bisa mengungkapkan kasus kejahatan lainnya yang dikendalikan dari dalam penjara.
"Apalagi informasinya HS ini sudah menyelundupkan narkotika jenis sabu sampai lebih dari tujuh ton dari luar negeri. Ini kan besar sekali. Perlu diselidiki lebih lanjut celah-celah yang memungkinkan kelompok tersebut beroperasi selama itu," ucap Gilang.
"Kami harap dengan terbongkarnya kasus ini bisa menjadi peringatan keras bahwa lapas tidak luput dari operasi-operasi kejahatan mafia narkoba," lanjutnya.
Gilang berharap PPATK bergerak untuk mengungkap aliran dana kejahatan tersebut. Dengan begitu, bandar dan kelompok terkait bisa dijaring.
"PPATK juga sangat berperan dalam mengungkap aliran dana kejahatan narkoba ini. Dengan melacak dan membekukan aliran dana kelompok pelaku, operasi jaringan narkoba dapat dilemahkan dan hal tersebut juga untuk mencegah bandar dan kelompoknya menggunakan hasil kejahatannya untuk memperluas operasi mereka," jelas Gilang.
Sebelumnya, Bareskrim Polri membongkar dugaan tindak pidana pencucian uang hasil peredaran gelap narkoba senilai Rp 2,1 triliun.
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menjelaskan kasus ini terungkap berkat kerja sama Polri dengan Ditjen PAS, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan PPATK. Dari hasil join operation ini, Polri menangkap 9 tersangka.
"Melalui sebuah kerja sama join operation bersama ini, kita bisa melaksanakan pengungkapan tidak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka HS. Di mana pengungkapan ini berawal dari informasi yang diberikan oleh Pak Dirjen Pemasyarakatan, Pemasyarakatan Kementerian Pembangunan, di mana ada narapidana yang sering membuat onar di Lapas Tarakan Kelas II A atas nama A bin A alias H32 alias HS, yang bersangkutan merupakan terpidana kasus narkotika yang dihukum mati," jelas Wahyu dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Kamis (18/9).
(fca/whn)